Tempat Berguru Petani dan Peternak Sapi
Sahabat blog motivasi sukses, ada sebuah kisah yang patut anda simak, asal petani punya tekad kuat dan berani mengubah pola penggunaan pupuk dari anorganik ke organik, niscaya hasilnya jauh lebih memuaskan. Selain ramah lingkungan, biaya pertanian yang menggunakan pupuk/pestisida organik jauh lebih hemat ketimbang menggunakan pupuk kimia. Subsidi pemerintah terhadap pengadaan pupuk akan berkurang.Bermodal tekad inilah, Danto Pramonosidi merintis pertanian organik, dipadukan dengan peternakan dan pembibitan sapi. Dari Peternakan Sapi/Lembu An-Nuur di Sukoharjo, Jawa Tengah, yang dia bangun tahun 2001, Danto mencoba mewujudkan impiannya, melepaskan belenggu bahan kimia dari pertanian.
”Tahun 1999 saya pensiun dini sebagai kontraktor di sebuah BUMN karena diminta orangtua pulang ke kampung. Mulai saat itu saya berpikir bagaimana meningkatkan sumber daya manusia pedesaan agar bisa sejahtera lahir dan batin,” ujarnya.
Dia sempat terjun sendiri, berkutat di kandang sapi di lahan seluas 2.000 meter persegi, mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik dan urine sapi menjadi pestisida organik. lalu berkuliah untuk menambah ilmu tentang lingkungan.
Hasilnya tidak sia-sia. Tahun 2005 Danto menemukan model peternakan sapi terpadu dengan pertanian dan sarat dengan kewirausahaan. Tak hanya memproduksi pupuk dan pestisida organik, Danto juga memberikan contoh kepada peternak sapi cara mengelola kandang sapi yang bebas polusi.
Merasakan manfaat besar dari peternakan dan pertanian terpadu itu, Danto pun berbagi ilmu dengan para petani, peternak sapi, penyuluh pertanian, termasuk para mahasiswa.
Menularkan model
Sejak 2005 ia mendirikan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan (P4S) serta membuka program magang bagi petani dan mahasiswa. Berbagai pengalaman, mulai dari beternak sapi hingga ke pembibitan sapi, mengelola kotoran sapi padat dan cair menjadi pupuk dan pestisida, serta menggunakan pupuk dan pestisida organik ke lahan pertanian padi sehingga menghasilkan produk pertanian organik, ditularkannya. Ia juga mengajarkan bagaimana kotoran sapi diolah menjadi biogas.
Dimulai dari kelompok tani di desanya, Danto menularkan model peternakan dan pertanian terpadu hingga ke Kabupaten Sukoharjo. Ratusan petani berbagai kelompok tani dari Kabupaten Sukoharjo, Sragen, Karanganyar, Wonogiri, Boyolali, Klaten, dan daerah-daerah lainnya di Jateng, Padang, dan Lombok, pernah magang di P4S.
”Biasanya mereka yang menentukan waktu magang. Materinya juga tergantung permintaan yang mau magang. Paling banyak pertanian dan peternakan. Ada juga yang tertarik kewirausahaan,” ujarnya.
Didukung petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL) di Sukoharjo serta sejumlah dosen di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Universitas Slamet Riyadi Surakarta, dan Universitas Islam Batik Surakarta, hingga kini Danto menyelenggarakan program magang dan pendidikan, memperkenalkan pupuk dan pestisida organik, meyakinkan petani untuk beralih ke pertanian organik.
Kandang bebas polusi
Pada awal memulai peternakan sapi, kotoran sapi (letong) hanya ditumpuk dan dikumpulkan di kandang sehingga sering diprotes tetangga. Mengatasi polusi dari peternakan sapi, tahun 2002 Danto memutuskan kuliah di Program Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dari sini dia mendapatkan ilmu beternak sapi yang ramah lingkungan.
Sejak tahun 2003 ia menerapkan pola peternakan dan pembibitan sapi dengan lingkungan yang bersih, bebas polusi. Hasilnya, dari 7 sapi betina, kini ia memiliki 42 ekor sapi.
Dia juga mulai mengolah kotoran sapi menjadi pupuk padat dan cair serta mengolah urine menjadi pestisida. Hasilnya digunakan di lahan sawah sekitar 1,9 hektar. ”Saya mencoba pupuk dan pestisida organik di sawah sendiri. Menghilangkan sisa-sisa kimia memang tidak secepat itu. Untuk mencapai mutu panen yang sama dengan pupuk kimia, setidaknya harus melewati enam kali panen,” ujarnya.
Berkat ketabahannya, lahan pertaniannya pun bebas dari bahan kimia. Beras organik di pasaran dijual sekitar Rp 8.000 per kilogram, sedangkan harga beras biasa hanya sekitar Rp 6.000 per kilogram.
Sejak tahun 2005 Danto mulai memperkenalkan model peternakan dan pertanian terpadu ini. Ia juga memproduksi pupuk organik dan pestisida cair, yang diberi nama Ursa Plus.
Untuk meyakinkan petani meninggalkan pupuk dan pestisida kimia dan beralih menggunakan pupuk dan pestisida organik, Danto bekerja sama dengan sejumlah kelompok tani di Sukoharjo menerapkan pertanian organik.
Awalnya memang tidak mudah mengajak petani beralih ke pupuk organik. Selama dua tahun lebih hanya beberapa petani yang tertarik menggunakan pupuk dan pestisida organik, itu pun belum 100 persen. Namun, Danto dan sejumlah pemimpin kelompok tani tak menyerah.
Petani terus diyakinkan walau membutuhkan waktu lima hingga enam kali panen untuk menghilangkan sisa-sisa kimia dari lahan pertanian. Alhasil, tahun 2008 petani mulai melirik pupuk organik. Kendati masih mencampur dengan pupuk kimia, sejumlah kelompok tani di Sukoharjo secara bertahap menggunakan pupuk dan pestisida organik. Pada masa tanam tahun 2009 beberapa petani yang pernah magang di tempatnya, memutuskan berhenti menggunakan pupuk dan pestisida kimia.
Lebih dari lima tahun menggeluti peternakan dan pertanian terpadu membuat Danto memiliki impian ”mengindonesiakan sapi”. Model peternakan sapi terpadu ini kelak bisa mencukupi kebutuhan daging sapi di dalam negeri, dan bahkan bisa mengekspor sapi ke luar negeri.
Oleh : Sonya Hellen Sinombor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar